Sabtu, 28 Maret 2009

futsal dibuat bisnis?why not.

Category IconFutsal: Mau Prestasi atau Bisnis?

July 19th, 2007 by eko

Berikut ini adalah ulasan mengenai futsal dari sudut pandang bisnis yang termuat di Majalah Marketing Edisi Juli 2007, ditulis oleh Sukardi Arifin:

Copyright Majalh MarketingLapangan futsal mulai menjamur di kota-kota besar Indonesia. Selain berpotensi menjaring bakat baru, juga menjadi lahan bisnis yang cukup menjanjikan.

“Jay… kamu harus berani penetrasi. Andrian… lawan kamu mana? Ayo, masing-masing konsentrasi, perhatikan gerak lawan dan gerak kawan,” teriak Justinus Lhaksana, ketua pelatih tim futsal nasional dari luar lapangan.

Justin, demikian sang pelatih biasa dipanggil, berwajah cukup tampan untuk ukuran pelatih futsal. Tapi pria ini sarat pengalaman. Tiga putaran berturut-turut ia membawa Cosmo FC Jakarta memimpin klasemen liga futsal nasional. Makanya, target masuk final di Sea Games Thailand 2007 yang dibebankan di pundaknya, rasanya cukup realistis.

Sejumlah pemain terbaik dari berbagai klub pun sudah dipilih untuk masuk pelatnas. Sebut saja Vernard Hutabarat, Andrian Asuri, Sayan Karmadi, dan Jaelani Ladjanidi. “Selama bulan Mei-Juli saya menggenjot latihan fisik. Dua kali sehari, pagi-sore. Nah, baru pada Agustus saya akan konsentrasikan pada taktik dan strategi, sementara porsi fisiknya mulai dikurangi,” ungkap Justin bersemangat. Peningkatan prestasi yang dicapai timnya dalam dua bulan terakhir, membuat Justin optimis timnas futsal ini mampu memenuhi harapan bangsa Indonesia.

Dianggap Sama
Istilah futsal diambil dari bahasa Spanyol dan Portugis, kata “FUTbol atau FUTebol” yang berarti “sepak bola”; dan dari bahasa Perancis atau Spanyol, kata “SALon atau SALa” yang artinya “dalam ruangan”. Jadi futsal sama dengan sepak bola dalam ruangan.

Permainan ini berasal dari Montevideo, Uruguay. Waktu itu, sekitar tahun 1930, Juan Carlos Ceriani menyelenggarakan kompetisi sepak bola untuk kalangan remaja. Hanya saja jumlahnya terbatas, masing-masing tim terdiri dari 5 pemain (termasuk penjaga gawang). Tempatnya pun di lapangan basket yang beralaskan partikel kayu, bukan rumput seperti sepak bola pada umumnya. Dari sinilah, futsal terus menggelinding dengan cepat ke berbagai negara.

Brasil merupakan satu-satunya negara yang paling banyak memenangkan kejuaraan futsal. Sepanjang 1965-1979, dari tujuh kali kejuaraan, Brasil enam kali menyabet South American Cup. Tidak hanya itu, tahun 1980 dan 1984 mereka juga menggondol Pan American Cup. Masih belum puas juga, Brasil menjuarai Futsal World Champion (FWC) tahun 1982, 1985, 1989 dan 1992. Tapi baru pada 1989, futsal menjadi agenda FIFA dan rutin dilaksanakan tiap 4 tahun sekali. Terakhir, FWC diadakan di Taipei tahun 2004. Saat itu, Brasil harus merelakan piala direnggut oleh Spanyol.

Futsal sendiri masuk ke Indonesia sejak 2002. Kala itu, menggandeng McDonald’s sebagai sponsor. Hanya dalam hitungan bulan, tepatnya Oktober 2002, Indonesia dipilih menjadi tuan rumah kejuaran futsal tingkat ASEAN,” jelas Patilatu, Direktur Umum Badan Futsal Nasional (BFN). BFN adalah salah satu badan PSSI yang dibentuk untuk mengurusi futsal. Mulai dari event, liga, hingga pengembangan prestasi. Sementara PSSI mengurusi tingkat internasional.

Di tingkat internasional, timnas futsal Indonesia mulai ikut kejuaraan Asia di Makau dan babak pra-kualifikasi FWC 2004 di Taipei. Sedang di Olimpiade di Athena lalu, futsal masih menjadi pertandingan exhibition. Dengan wajah berseri, pria yang biasa disapa Are ini menambahkan, di Sea Games Thailand bulan Desember nanti, futsal sudah menjadi cabang olahraga yang memperebutkan medali.

Di beberapa negara Asia, termasuk Indonesia, mini soccer atau sepak bola di lapangan berukuran kecil pun sering disebut futsal. Sebagian besar lapangan futsal di negeri kita pun menggunakan rumput sintetis (artificial grass). Padahal, menurut aturan FIFA, lapangan futsal seharusnya beralaskan karpet, karet atau partikel kayu. Itu sebabnya, BFN memakai karpet untuk penyelenggaraan liga. “Di Jakarta sendiri,” kata Are, “hanya ada dua lapangan yang sesuai standar FIFA, yaitu di Planet Futsal Kelapa Gading dan di Senayan Trade Center.”

Perbedaan lainnya terletak pada ukuran lapangan. Panjang lapangan futsal nasional berkisar antara 25m-42m dan lebarnya 15m-25m; sementara untuk pertandingan internasional panjangnya 38m-42m dengan lebar 18m-22m. Di beberapa futsal center, ukuran lapangannya cuma disesuaikan dengan luas lahan yang ada.

Futsal pun menggunakan bola, sepatu, dan peraturan yang berbeda dengan sepak bola. Tapi gaya bermain futsal sering masih mengikuti gaya sepak bola pada umumnya. Akibatnya, pelanggaran seperti tackle atau body charge acap ditemukan. Mungkin, penggunaan rumput sintetis ini ditujukan untuk mengakomodasi gaya sepak bola konvensional yang dianut para pemain futsal kita. Asal tahu saja, Ronaldinho, pemain asal Brasil yang saat ini memperkuat klub Barcelona, tadinya juga pemain futsal sebelum dia terjun ke sepak bola profesional. Futsal memang sangat cocok untuk belajar skill mengolah bola dan rotasi posisi dengan cepat di area yang sempit.

Menurut Are, menjamurnya lapangan futsal belum berpengaruh secara langsung terhadap prestasi tim futsal nasional. Saat ini, timnas berada pada peringkat ke-11 di Asia. Posisi papan atas masih dikuasai Jepang, Iran, China, dan Korsel. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di posisi kedua setelah Thailand. “Secara prestasi, ini belum menggembirakan. Tapi seluruh jajaran terkait sedang berupaya keras mencapai prestasi tertinggi,” paparnya.

Futsal memang masih tergolong baru di negeri kita. Di samping itu, minimnya tempat latihan dan banyaknya lahan futsal yang menggunakan sarana yang salah, menjadi penyebab sulitnya mencari bakat-bakat baru pemain futsal.

Di Eropa dan Amerika, terutama di Amerika Selatan, futsal dan soccer adalah dua cabang olahraga dan bisnis yang berbeda. Pemain mini soccer lebih diarahkan untuk berprestasi sebagai pemain sepakbola, bukan sebagai pemain futsal. Tapi karena kadung dikenal sebagai futsal, ya… kita sebut saja semuanya sebagai futsal. Kali ini ungkapan Shakespeare tentang “apalah arti sebuah nama” terasa pas.

Minimal Tiga Lapangan
Pertumbuhan bisnis futsal di Indonesia sangat signifikan, kalau boleh dibilang ruarr biasa. Bukan cuma di Jakarta. Di Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Makassar, dan kota-kota besar lain, lapangan futsal bermekaran laksana puspa di musim semi. Futsal menjadi jawaban atas sempitnya lahan bermain di daerah perkotaan. Saat ini, banyak lahan kosong dan lapangan olahraga lain yang berubah wajah menjadi lapangan futsal. Lapangan itu tidak hanya dimiliki oleh Pemda melalui gedung-gedung olahraga (GOR), tapi makin hari makin banyak pula pengusaha yang mencoba terjun ke bisnis ini.

Di Kelapa Gading, Jakarta, sedikitnya sudah berdiri tiga futsal center: Planet Futsal, Cosmo Futsal, dan Gading Futsal. Ketiganya berada di kawasan yang dekat dengan lokasi perkantoran. Gading Futsal, misalnya, diapit oleh empat kompleks perkantoran. Penentuan lokasi adalah hal utama bagi pebisnis futsal. “Lokasi ini sesuai dengan target market kami, yaitu para pebisnis, karyawan, dan masyarakat sekitar,” ungkap Ardy Ang, Presdir Gading Futsal. Karenanya, untuk harga sewa pada hari Sabtu/Minggu (pukul 17.01-23.00) dipatok lebih murah ketimbang pada hari kerja.

Tiga bulan sejak diresmikan, Gading Futsal kebanjiran pelanggan. Rata-rata member sudah kontrak untuk 3-6 bulan ke depan. Sehingga, untuk mengganti jadwal pun butuh waktu sedikitnya tiga bulan. Sirkulasi udara yang sangat baik, kualitas lapangan, warna-warni rumput sintetik yang dipilih, serta pelayanan merupakan keunggulan yang ditawarkan. “Kami sudah merancang dari awal untuk membangun futsal center yang berkualitas dan sehat,” tambah Ardy berpromosi.

Gurihnya bisnis futsal juga dirasakan oleh PT Premium Interindo (PI), penyedia perlengkapan futsal. Ordernya datang dari Jakarta, Palembang dan juga Makassar. Menurut Tony S. Tanuwidjojo, Business Unit Manager PI, investasi untuk satu lapangan futsal dengan kualitas material dari Eropa sekitar Rp 250 juta. Angka ini belum termasuk biaya untuk konstruksi dan fasilitas pendukung seperti kafe, shower, toilet dan locker.

Kualitas lapangan sangat ditentukan oleh jenis rumput sintetisnya. Rumput sintetis menyedot biaya sebesar 70%, kemudian 20% untuk tali dan gawang serta 10% untuk biaya pemasangan dan lainnya. Merek rumput sintetis seperti Domo dari Belgia dan Fieldturf dari Perancis bisa awet hingga 5 tahun lebih untuk penggunaan lapangan yang rutin.

Rupanya bukan cuma produk elektronik dan motor yang diserbu oleh produk China. Rumput sintetis pun ikut diinvasi. Parksform adalah salah satu merek asal China yang cukup banyak digunakan. Perbedaan produk Eropa dengan China terletak pada kualitas yarn (benang) dan UV Stabilizer-nya. Tony berpendapat, produk China hanya mampu bertahan sekitar 2-3 tahun.

Menyadari persaingan bisnis sangat ketat, selain menjadi showroom perlengkapan futsal, PI juga menawarkan servis tambahan berupa pemasangan dan konsultasi sebagai added value. Klien yang ingin berinvestasi di bisnis indoor soccer akan diberikan konsultasi. Mulai dari persiapan konstruksi, pemasangan jaring, rumput sintetis, pemeliharaaan sampai memperkenalkan mereka ke Coaching Clinic untuk pembukaan kelas pelatihan. “Dasar-dasar manajemen untuk bisnis ini juga kami konsultasikan, sehingga klien yang mulanya belum ada gambaran, akan mendapatkan proyeksi income dan ROI (return on investment) yang lebih jelas. Semuanya kami buat dalam simulasi komputer,“ papar Tony bersemangat.

Biaya lain seperti jaring lapangan (netting) berkisar Rp 20-25 juta, sedang sepasang gawang harganya Rp 3 juta. Jadi total investasi untuk sebuah lapangan diperkirakan sekitar Rp 500 juta. Beberapa pengusaha di bisnis ini tidak bersedia menyebutkan total nilai investasinya. Tapi mereka tidak menolak ketika disodorkan angka 1,5-2 miliar untuk membangun sebuah futsal center dengan kapasitas tiga lapangan. Menurut Ardy, setiap futsal center sebaiknya memiliki minimal tiga lapangan agar lebih optimal. “Untuk tiga lapangan saja, baru bisa break even point setelah dua tahun lebih,” prediksi Ardy.

Lantaran investasinya lebih dari 1 miliar, wajarlah jika harga sewanya pun terbilang tinggi. Harga sewa lapangan per jam terbagi menjadi dua kelompok weekday dan weekend, serta pagi-sore dan sore/malam. Penentuan pricing sangat ditentukan oleh “peak time”. Beberapa fasilitas tambahan seperti shower panas/dingin, kafe, rompi, wasit, locker, dan lainnya menjadi nilai tambah yang sering digembar-gemborkan.

Di sejumlah tempat, lapangan futsal dipenuhi oleh para profesional muda. Ervin, manajer keuangan sebuah perusahaan konsultan rutin ber-futsal-ria usai jam kerja. Dia bahkan sudah mengontrak lapangan setiap Rabu untuk 6 bulan di Gading Futsal. “Mainnya dengan teman dari perusahaan lain dalam satu grup. Biarpun enggak ada yang jago futsal, tapi lumayanlah buat ngilangin stres dan bikin badan tetap bugar,” kata Ervin sambil menyeka keringat.

Para penggila futsal ini memang tidak bermaksud menjadi pemain profesional. Mereka pun cenderung tidak terlalu peduli dengan perbedaan futsal dengan mini soccer. Yang jelas, permainan futsal tidak keras, tidak ada body touch dan bisa dimainkan sambil ledek-ledekan, “Just for fun,” cetus Bobby Satya, Marketing Manager dari HRC yang juga mantan presiden Makara FC. Ya, for fun bagi pemain, tapi make fun bagi pebisnis.

(Sukardi Arifin)
Majalah MARKETING

Tidak ada komentar: